A. PENGERTIAN BANDAR UDARA
Bandar udara adalah terminal dalam moda angkutan udara. Pada kawasan bandar
udara disediakan layanan penerbangan yang berhubungan dengan pengoperasian
pesawat udara dalam pelaksanaan fungsinya. Pertimbangan untuk pengoperasian
pesawat udara tertentu dengan menggunakan suatu bandar udara, antara lain
menyangkut lokasi bandar udara, landasan pacu (runway), dan landasan penghubung
(taxiway), terminal dan penanganan kargo, landasan parkir (apron) dan
penyelamtan (pk-ppk), ketentuan lingkungan, serta fasilitas penunjang.
1. Lokasi bandar udara
Lokasi bandar udara secara geografi,
topografi, atau klimatik dapat mempengaruhi pemasaran bandra udara serta
rencana pengoperasian pesawat udara. Lokasi secara geografi, sebagai
pertimbangan kedekatan dengan tempat tujuan angkutan ( domestik atau
internasional). Secara topografi, untuk mengetahui ketinggian (elevasi)
landasan dari permukaan laut karena berpengaruh pada pengoperasian pesawat.
Secara klimatik, untuk mengetahui temperatur dan arah angin di sekitar landasan
pacu karena berpengaruh pada kinerja mesin dan pengendalian pesawat pada saat
landing.
2.
Landasan pacu dan landasan penghubung
Kemampuan dan kondisi landas pacu dan
landas penghubung menentukan jenis, tipe, dan bobot pesawat yang dapat mendarat
dan lepas landas pada suatu bandar udara. Untuk itu, perlu diketahui panjang
dan kekuatan landas pacu serta kekuatan dan lebar landas penghubung yang
tersedia.
3. Terminal dan penangan
kargo
Kemampuan dan kondisi terminal dan
penanganan kargo menentukan jumlah dan kelas penumpang yang dapat ditangani
dalam waktu tertentu serta jenis, jumlah, dan ukuran bagasi dan kargo yang
dapat ditangani bandar udara yang bersangkutan dalam waktu tertentu. Dalam hal
ini, yang paling menentukan ialah kemampuan dan kondisi layanan di apron (ramp)
untuk pesawat, layanan katering, layanan awak pesawat, dan layanan
pemberangkatan.
4. Landasan parkir dan
unit penyelamatan
Kemampuan dan kondisi landasan parkir
(apron) dan penyelamatan menetukan ukuran dan muatan pesawat yang dilayani.
Untuk itu, termasuk dalam pertimbangan antara lain keleluasan dan kekuatan
landasan parkir, alat-alat bantu untuk angkat, angkut, atau geser ( tarik,
dorong); serta pengamanan, penyelamatan, dan pemadam api. Hal penting lainnya
ialah kapasitas bahan bakar yang dapat disediakan beserta sarana pengisianya.
5. Ketentuan lingkungan
Ketentuan lingkungan suatu bandar udara
menyangkut terutama pengurangan kebisingan serta pencemaran udara dan air yang dtimbulkan
pesawat udara atau kegiatan yang berkaitan dengan pesawat udara di bandar
udara, yang ditentukan untuk pesawat udara yang datang di bandar udara yang
bersangkutan.
6. Fasilitas penunjang
Penunjang kegiatan bandar udara antara
lain hanggar, gudang, parkir kendaraan, perkantoran pemerintah (seperti
imigrasi, bea dan cukai, karantina), serta jasa boga (catering), dan kebersihan
(cleaning) pesawat udara.
B. PENGERTIAN PANGKALAN UDARA
Tentara
Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara merupakan bagian dari TNI yang bertugas
mempertahankan keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara Republik Indonesia di
udara. Di samping itu, melalui kedirgantaraan sebagai bidang tugasTNI AU,
masyarakat Indonesia terdorong mengenal kedirgantaraan ilmu terapan yang akan
berkembang seiring kemajuan zaman.
Keberadaan TNI
AU di tengah-tengah masyarakat Indonesia hingga saat ini tidak muncul begitu
saja, namun melalui perjalanan sejarah dan tahapan perjuangan yang
berliku, sehingga eksistensinya sebagai ujung tombak kekuatan pertahanan negara
di udara teruji dan diakui secara luas.
Apabila di
tengok dalam sejarah, hari jadi TNI Angkatan Udara secara resmi tanggal 9 April
1946, tidak berapa lama setelah terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
cikal-bakal TNI pada tanggal 5 Oktober 1945. Awalnya TNI AU bernama TKR
Jawatan Penerbangan, selanjutnya berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 6/SD
tanggal 9 April 1946, status TKR Jawatan Penerbangan ditingkatkan menjadi
Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI-AU) mulai tanggal 7 Juni 1947.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia, TRI kemudian namanya diubah TNI. Akhirnya Penetapan Presiden
tanggal 9 April 1946 yang ditetapkan pimpinan TNI AU sebagai hari jadi TNI AU,
yang pada tahun 2011 ini memasuki usia ke-65. Kiprah awal TNI Angkatan Udara
dalam pelaksanaan tugasnya antara lain dengan bermodalkan pesawat-pesawat bekas
rampasan Tentara Jepang seperti Cureng, Nishikoreng, Guntei dan
Hayabusha yang telah diawaki oleh penerbang dan teknisi pribumi yang sangat
terbatas jumlahnya.
Walaupun begitu, TNI Angkatan Udara
mampu menorehkan sejarah dengan mengudaranya beberapa pesawat bekas Jepang,
yang identitasnya diganti merah putih. Para perintis TNI Angkatan Udara,
seperti Rd. S.Suryadarma, Adisutjipto, Abdurahman Saleh, dan Iswahyudi turut
merencanakan penerbangan tersebut, sekaligus pelopor pengembangan TNI AU dan
organisasi angkatan perang bagian udara. Sebagai pemimpin tertinggi TNI
Angkatan Udara pertama adalah Komodor Rd. Surjadi Suryadarma dengan sebutan
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). Ketika diserahi tugas oleh pemerintah
membentuk angkatan perang bagian udara tanggal 1 September 1945, Jenderal
Jatikusumo tokoh TNI AD dalam buku “Bakti TNI Angkatan Udara 1946-2003”,
terbitan Markas Besar TNI AU, tahun 2003, berkomentar tantangan Komodor Rd.
Surjadi Suryadarma yang sudah berhadapan dengan advanced technology (teknologi
mutakhir) dalam tugasnya, sementara itu, militer Indonesia umumnya masih
berkutat permasalahan sederhana seperti bambu runcing dan ransum.
Namun demikian
secara bertahap, KSAU mulai merintis organisasi Angkatan Udara agar tumbuh
menjadi organisasi angkatan perang yang solid. Selanjutnya tahun 1950 tercatat
tahun awal perkembangan TNI AU ditandai serah terima pangkalan-pangkalan udara
beserta fasilitasnya dari Angkatan Udara Belanda kepada TNI AU. Puncaknya
adalah diserahkannya Markas Besar Penerbangan Militer Belanda oleh Jenderal Van
der Eeen di Jakarta kepada KSAU Komodor Udara S. Suryadarma. Sehingga dengan
modal tambahan berbagai pesawat terbang Belanda, personel dan berbagai
fasilitas pendidikan serta fasilitas-fasilitas penerbangan lainnya, kekuatan
TNI AU pada tahun 1950 menjelma menjadi salah satu kekuatan udara di belahan
negara-negara selatan sebagai salah satu kekuatan udara yang di segani bangsa
lain.
Dalam
perjuangan kemerdekaan, TNI AU tercatat pernah berperan dalam melancarkan
beberapa operasi penerbangan untuk kepentingan militer dan mendukung tugas
pemerintahan. Operasi pertama melakukan pemboman udara terhadap tempat-tempat
kedudukan Belanda di Semarang, Ambarawa dan Salatiga pada 29 Juli 1947. Operasi
bertujuan menunjukkan eksistensi bangsa dan TNI AU kepada dunia luar, sehingga
keberhasilan operasi penerbangan tersebut membuat Belanda kebakaran jenggot
karena selain markas kedudukannya rusak berat juga mendorongnya melakukan
tindakan balas dendam.
Sehingga pada sore harinya sebuah
pesawat angkut udara Dakota VT-CLA yang di charter Pemerintah Indonesia
untuk misi kemanusiaan dengan membawa obat-obatan dan berpenumpang
beberapa pelopor TNI AU saat akan mendarat di Maguwo, Yogyakarta, tiba-tiba
diserang pesawat Kitty Hawk Belanda dan terjatuh.
Akibatnya
gugurlah Komodor Udara A. Adisutjipo, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdurrahman
Saleh, Opsir Muda Udara I Adi Sumarmo dan beberapa penumpang lainnya.
Peristiwa tanggal 29 Juli 1947 itu, dikenal sebagai Hari Bakti TNI AU
yang diperingati tiap tahunnya sebagai hari bersejarah TNI AU.
Operasi-operasi penerbangan berikutnya
antara lain adalah operasi lintas udara tanggal 17 Oktober 1947 dari Maguwo,
Yogyakarta, ke Kotawaringin di Kalimantan dengan menerjunkan sejumlah pasukan
payung. Operasi dilaksanakan untuk menembus blokade Belanda di Kalimantan yang
di kemudian hari menjadi dasar pembentukan pasukan payung TNI AU bernama
Pasukan Gerak Tjepat/PGT yang kini berganti jadi Korps Pasukan Khas
(Korpaskhas).
Berikutnya
adalah operasi penerbangan yang dilakukan Pesawat Dakota RI-001 ”Seulawah”
sumbangan rakyat Aceh sebagai modal kekuatan udara untuk menghubungkan
daerah-daerah di Pulau Sumatera dan Jawa.
Namun akhir
tahun 1948, penerbangan tersebut dialihkan ke luar negeri di Burma karena
situasi keamanan di daerah-daerah nusantara tidak kondusif. Operasi-operasi
udara TNI AU lainnya dari waktu ke waktu senantiasa mewarnai perjalanan bangsa,
TNI dan TNI Angkatan Udara hingga saat ini.
C. PERBEDAAN BANDARA DENGAN
PANGKALAN UDARA
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan. Oh ya, sekadar pengingat Undang-Undang ini merupakan
revisi dari UU Penerbangan sebelumnya (UU Nomor 15 Tahun 1992). Jika dirunut
lebih jauh, UU Penerbangan ini juga merupakan turunan dari dari Ordonansi
Pengangkutan Udara (Luchtvervoer-Ordonnantie) di jaman Pemerintahan
Hindia Belanda dulu kala, yaitu Staadsblaad 1939 100 jo. 101. Kalau gak
percaya, lihatlah tiket penerbangan, masih ada lho airline yang mencantumkan UU
No.15/1992 atau pun Ordonantie S. 1939-100 jo 101 tersebut.
Menurut UU Penerbangan yang baru
tersebut, definisi bandar udara dan pangkalan udara adalah sebagai berikut:
- Bandar Udara (sering disingkat sebagai bandara) adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
- Pangkalan Udara (sering disingkat sebagai lanud) adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah Republik Indonesia yang digunakan untuk kegiatan lepas landas dan pendaratan pesawat udara guna keperluan pertahanan negara oleh Tentara Nasional Indonesia.
Istilah bandar udara dan pangkalan
udara sebenarnya merujuk pada area atau fasilitas yang sama. Perbedaannya
terletak pada fungsinya apakah untuk kepentingan penerbangan sipil atau
penerbangan militer. Bandar Udara adalah istilah yang umumnya
dipergunakan untuk kegiatan penerbangan sipil (civil aviation),
sedangkan pangkalan udara adalah istilah yang umumnya dipergunakan untuk
kegiatan penerbangan militer (pertahanan negara).
Permasalahannya, terkadang menjadi
rancu karena ada beberapa bandara dan lanud itu sebenarnya merupakan satu obyek
atau area yang sama. Bedanya hanyalah pada kepentingan untuk kepentingan
penerbangan militer dan penerbangan sipil, yang secara fisik tampak pada lokasi
parkir pesawat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan terminal
penumpangnya berikut aksesnya ke moda transportasi lainnya. Contohnya adalah
Lanud Halim Perdanakusuma milik TNI AU yang juga dipergunakan sebagai bandar
udara untuk penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II
(Persero). Lanud Adisutjipto Yogyakarta dan Lanud Adisumarmo Surakarta,
keduanya merupakan pangkalan udara untuk penerbangan militer TNI AU dan di
dalamnya juga dipergunakan untuk melayani penerbangan sipil sehingga juga
disebut Bandara Adisutjipto dan Bandara Adisumarmo yang dioperasikan oleh PT
Angkasa Pura I (Persero). Lanud Ahmad Yani Semarang merupakan pangkalan militer
untuk penerbangan TNI AD, dan di dalamnya juga dipergunakan untuk melayani
penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I (Persero). Demikian
pula Lanud Juanda Surabaya sejatinya merupakan pangkalan militer TNI AL. Fasilitas
terbangun di sebelah utara runway merupakan fasilitas atau bangunan untuk
penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I (Persero).
Bandara-bandara yang berada di kawasan pangkalan udara tersebut sering disebut
sebagai Civil Enclave Airport (kurang lebih berarti bandar udara sipil
dalam kawasan militer).
Sebaliknya kegiatan penerbangan militer
yang menumpang pada bandar udara sipil disebut Military Enclave Airport.
Contohnya adalah Bandara Sepinggan Balikpapan dan Bandara Juwata Tarakan. Di
kedua bandara tersebut terdapat fasilitas militer untuk kepentingan penerbangan
militer.
Beberapa bandar udara di Indonesia juga
dibuat dan dioperasikan secara murni sebagai bandar udara untuk melayani
penerbangan sipil. Contohnya adalah: Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Bandara
Sultan Hasanuddin Makassar (terminal baru dan airside area yang baru), dan
beberapa bandar udara lainnya. Lantas, untuk penerbangan dinas kepolisian itu
termasuk penerbangan militer atau penerbangan sipil? Sesuai dengan UU Penerbangan
tersebut, penerbangan selain kepentingan pertahanan negara pada dasarnya
mengacu dan tunduk pada otoritas penerbangan sipil sehingga penerbangan dinas
kepolisian termasuk sebagai penerbangan sipil. Selain itu, dalam UU Kepolisian
yang baru pun sebenarnya didefinisikan dengan jelas bahwa kepolisian merupakan
institusi sipil dan status personil kepolisian adalah termasuk sebagai pegawai
negeri sipil.
Istilah Lapangan Terbang (Lapter)
memang tidak dikenal dalam Undang Undang Penerbangan di Indonesia. Lapangan
terbang nampaknya merupakan terjemahan dari kata airfield. Dalam
beberapa referensi terkait, istilah lapangan terbang ini merujuk pada suatu
wilayah daratan dan perairan yang digunakan sebagai tempat mendarat dan lepas
landas pesawat udara, termasuk naik turun penumpang dan bongkar-muat barang.
Tetapi fasilitas yang terdapat di lapangan terbang pada umumnya hanya
fasilitas-fasilitas pokok untuk menunjang penerbangan dan tidak selengkap
seperti di sebuah bandar udara. Pada beberapa bandar udara khusus yang
dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan tambang atau kehutanan, sering
dipergunakan istilah lapangan terbang tersebut.
Istilah “pelabuhan udara” rupanya dalam
era sejarah terdahulu pernah menjadi istilah standar dari “bandar udara”. Pada
era terdahulu memang ada Direktorat Pelabuhan Udara dan unit organisasi
Pelabuhan Udara. Pelabuhan udara nampaknya merupakan terjemahan dari kata asing
airport, sebagaimana Pelabuhan adalah terjemahan dari kata asing port
yang merujuk pada Pelabuhan Laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar