A.
PENGGUNAAN
BERSAMA BANDAR UDARA DAN PANGKAL UDARA
Penggunaan bersama bandar udara dan pangkalan udara
diatur dalam Pasal 257 sampai dengan Pasal 259 UURI No.1/2009. Menurut Pasal
257 UURI No.1/2009 dalam keadaan tertentu59 bandar udara dapat digunakan sebagai
pangkalan udara dan sebaliknya pangkalan udara dapat digunakan bersama sebagai
bandar udara. Penggunaan bersama bandar udara atau pangkalan udara dilakukan
dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara,
keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan, keamanan dan pertahanan
negara serta peraturan perundang-undangan. Dalam keadaan damai, pangkalan udara
yang digunakan bersama berlaku ketentuan penerbangan sipil, sedangkan
pengawasan dan pengendalian penggunaan kawasan keselamatan operasi penerbangan
pada pangkalan udara yang digunakan bersama dilaksanakan oleh otoritas bandar
udara setelah mendapat persetujuan dari instansi terkait.
Sedangkan bandar udara dan pangkalan udara yang digunakan
bersama ditetapkan dengan Keputusan Presiden Sementara beberapa lapangan udara
menyediakan fasilitas yang sangat seperti bandara sipil, misalnya RAF Brize
Norton di Oxfordshire , Inggris yang memiliki terminal yang melayani penumpang
untuk Royal Air Force penerbangan 's dijadwalkan, misalnya, TriStar ke
Kepulauan Falkland, paling tidak. Sebagian besar lapangan udara militer
terletak jauh dari daerah berpenduduk karena potensi yang selalu ada dalam
penerbangan kecelakaan yang dapat menyebabkan kecelakaan dan penderitaan yang
signifikan dari kerusakan dan korban pada penduduk sipil.
Operasi pangkalan
udara umumnya diorganisir sekitar daerah operasional dibagi ke dalam operasi
udara komando , kontrol lalu lintas udara baik operasi yang menjulang tinggi
atau non-menjulang berbasis, landasan pacu , taxiway , dan landai digunakan
dalam operasi militer untuk melepaskan pasukan untuk diangkut melalui udara,
atau untuk persediaan kargo untuk pemuatan. Pengisian dilakukan dalam
pra-penerbangan dan inspeksi daerah. Lebih substansial pemeliharaan dan perbaikan
dilakukan dalam operasi skuadron pemeliharaan , biasanya dalam atau dekat
dengan skuadron mereka hanggar yang biasanya Hardened Shelter Pesawat untuk
melindungi pesawat individu dari serangan udara . Pemeliharaan juga dilakukan
dalam operasi pemeliharaan menengah atau depot operasi pemeliharaan daerah,
yang terakhir biasanya berkaitan dengan pekerjaan struktural yang lebih besar
seperti mengubah mesin, perbaikan crash, atau upgrade lapangan . Sebagian besar
permukaan pangkalan udara dikhususkan untuk wilayah manuver yang digunakan oleh
pesawat untuk bergerak di sekitar area yang berbeda saat mereka kembali dari
misi udara atau mempersiapkan diri untuk satu.
1) Stasiun
keamanan
Operasi penerbangan militer seringkali memerlukan tingkat
yang lebih tinggi dari keamanan pangkalan udara , dan dalam beberapa tahun
terakhir, banyak negara telah mengadopsi tingkat yang lebih tinggi keamanan
karena ancaman serangan teroris . Ini keamanan di masa perang ditambah dengan
mendasarkan dari pertahanan udara sistem dan unit mereka, biasanya di pinggiran
pangkalan udara, yang menggunakan senjata anti-pesawat seperti
permukaan-ke-udara rudal dan mereka kebakaran radar kontrol , untuk melindungi
dari serangan udara. Unit lain yang terletak di pangkalan udara militer mungkin
perbaikan landasan pacu pasukan. Beberapa lapangan udara yang dibangun bawah
tanah, seperti Pangkalan Udara Željava di perbatasan Kroasia dan Bosnia dan
Herzegovina .
2) Nasional
lapangan terbang
a)
Britania Raya
Di Inggris, Royal Air Force (RAF) hanya panggilan stasiun
mereka Stasiun Angkatan Udara Kerajaan , diikuti oleh nama stasiun. Hal ini
sering disingkat menjadi "RAF" - maka nama, seperti RAF Marham .
Mereka umumnya dinamai paling dekat stasiun kereta api (karena secara historis,
pada hari-hari awal dari RAF, kereta api perjalanan adalah satu-satunya sarana
transportasi yang tersedia untuk tenaga pelayanan), meskipun ada pengecualian.
Misalnya, mantan RAF Coltishall seharusnya bernama "RAF Buxton"
setelah stasiun kereta api kecil setempat, tetapi ini akan menyebabkan
kebingungan dengan kota yang lebih besar dari Buxton di Derbyshire , dan karena
itu dinamai desa terdekat. Banyak stasiun RAF lama kehilangan stasiun kereta
api setempat mereka. Untuk stasiun-stasiun RAF tanpa kepala rel, mereka hanya
bernama setelah baik desa setempat, atau menggunakan nama gedung yang relevan
yang mereka tinggal di, seperti RAF Bentley Biarawan , atau negara RAF Belize.
Tidak ada perbedaan dalam tatanama untuk non-terbang Stasiun RAF, RAF dan
stasiun luar negeri telah mengikuti prinsip yang sama. Pembagian penerbangan
dari Royal Navy (RN), yang Lengan Udara Armada (FAA) umumnya mengikuti prinsip
yang sama penamaan seperti RAF, tapi malah diawali dengan Kerajaan Pangkalan
Udara Angkatan Laut , atau RNA untuk jangka pendek, seperti Yeovilton RNA .
Namun, dalam menjaga link maritim, Angkatan Laut Kerajaan Stasiun semua udara
adalah tambahan yang disebutkan dalam cara yang sama seperti kapal-kapal
Angkatan Laut - dalam hal Yeoviltons ', ia juga disebut HMS Heron. Untuk
Angkatan Darat Inggris penerbang, yang Army Air Corps , mereka sebelumnya telah
menggunakan "lapangan terbang" istilah, didahului dengan nama lokal,
misalnya Wattisham Airfield. Namun, karena mayoritas lapangan udara Angkatan
Darat saat ini sebenarnya stasiun RAF mantan, mereka sekarang mengikuti metode
nomenklatur yang sama seperti RAF dan RN, dan mendahului nama lokalitas dengan
"Angkatan Udara" (sering disingkat AAC). Sebagai contoh, mantan
Stasiun RAF Tengah Wallop sekarang AAC Tengah Wallop . Sayangnya, beberapa
lapangan udara AAC mungkin juga dikenal oleh Garrison nama! Inggris Coast Guard
, Coastguard Her Majesty , umumnya tidak memiliki lapangan udara didedikasikan
mereka sendiri. Penjaga Pantai Kebanyakan pesawat biasanya dioperasikan dari
lapangan terbang "host", yang mungkin baik militer atau sipil.
b)
Amerika Serikat
Pangkalan Udara di Lajes kepulauan Azores , Portugal .
Para Angkatan Udara Amerika Serikat , dan komponen-komponennya ( Cadangan
Angkatan Udara dan Air National Guard ) panggilan basis mereka Basis Angkatan
Udara , Cadangan Air Basa , atau National Air Basa Garda, kebanyakan dari
mereka diberi nama setelah seseorang signifikansi militer atau pemerintah
(misalnya , Selfridge Air National Guard Pangkalan , Michigan; Edwards Air
Force Base , California; General Mitchell Pangkalan Udara Cadangan ,
Wisconsin). Mereka dengan sangat sedikit atau tidak ada penerbangan aktivitas
yang disebut Stasiun Angkatan Udara (misalnya, Jackson Barak Pengawal Udara
Station, Louisiana; Onizuka Air Force Station , California). Basis Angkatan
Udara berlokasi di negara lain disebut Basa udara, dan biasanya diberi nama
setelah kota atau wilayah di mana mereka berada (misalnya, Spangdahlem Air Base
, Jerman). Para Angkatan Darat Amerika Serikat panggilan lapangan udara
pangkalan udara Angkatan Darat, dan, seperti Angkatan Udara, nama kebanyakan
dari mereka setelah tokoh militer (misalnya, lapangan terbang Angkatan Darat
Polk , Louisiana; Biggs Angkatan Darat lapangan terbang , TX). Para Angkatan
Laut Amerika Serikat , Korps Marinir Amerika Serikat , dan United States Coast
Guard panggilan udara mereka Stasiun pangkalan udara dan umumnya nama mereka
setelah area di mana mereka berada (misalnya, Naval Air Station Pensacola ,
Florida; Cherry Titik Stasiun Udara Korps Marinir , North Carolina; Kodiak
Coast Guard Air Station , Alaska).
c)
Jalan pangkalan udara
Artikel utama: jalur Jalan Raya
Pangkalan udara road jalan raya dibangun untuk ganda
sebagai pangkalan udara tambahan dalam hal perang. Bangsa yang dikenal untuk
memanfaatkan strategi ini adalah Swedia [1] , Finlandia , Jerman , Singapura ,
Swiss dan Polandia. Dalam kasus jalan pangkalan udara Finlandia, ruang yang
diperlukan untuk pendaratan pesawat berkurang melalui suatu kawat arrestor ,
mirip dengan yang digunakan pada beberapa kapal induk. [2]
-pembawa PesawatBandara
atau bandar udara yang juga populer
disebut dengan istilah airport
merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat
terbang seperti pesawat
udara dan helikopter
dapat lepas landas dan mendarat.
Suatu bandar udara yang paling sederhana
minimal memiliki sebuah landasan
pacu
atau helipad
( untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar biasanya
dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan
maupun bagi penggunanya seperti bangunan terminal dan hanggar.
Menurut
Annex
14 dari ICAO
(International Civil Aviation Organization) : Bandar udara adalah area tertentu
di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang
diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan,
keberangkatan dan pergerakan pesawat.Sedangkan
definisi bandar udara menurut PT (Persero) Angkasa
Pura I adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan
peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya
fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat.
B.
Perkembangan Bandara
Pada
masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa
didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin.
Di masa Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya
penggunaan pesawat terbang
dan landas pacu mulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang, bandara mulai
ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani penumpang.Sekarang,
bandara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya,
berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran,
dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara
baru.
Penamaan dan Kode Bandara. Setiap
bandara memiliki kode IATA dan ICAO yang berbeda satu sama lain. Kode bisa
diambil dari berbagai hal seperti nama bandara, daerah tempat bandara terletak,
atau nama kota yang dilayani.
Kode
yang diambil dari nama bandara mungkin akan berbeda dengan namanya yang
sekarang karena sebelumnya bandara tersebut memiliki nama yang berbeda.Fungsi bandara merupakan tempat lepas landas, mendarat pesawat
udara, dan pergerakan di darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara
merupakan simpul dari system transportasi udara. Perencanaan, pembangunanan dan
pengoperasian suatu Bandar udara harus
memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum
dalam Annex 14 Convention on International Civil Aviation (Vol I : Aerodrome
dan Vol II : Heliport).
Ketentuan ini diadopsi
dalam ketentuan nasional berupa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47
Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara dan Keputusan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara terkait lainnya.
Pengoperasian Bandar
udara sesuai ketentuan keselamatan penerbangan dimaksudkan untuk menjamin
keselamatan pengoperasian pesawat udara di Bandar udara. Berkaitan dengan hal
tersebut, Penyelenggara Bandar udara mempunyai kewajiban, sesuai
ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 139 : Aerodrome, yaitu
:
Memenuhi standar dan
ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan Ditjen Pehubungan
Udara yang disampaikan secara tertulis. Mempekerjakan personil
pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan dalam jumlah yang memadai. Menjamin Bandar udara
(aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat perhatian
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mengoperasikan dan
memelihara Bandar udara sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Aerodrome
Manual.Ditjen Perhubungan Udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian Bandar
udara berupa penerbitan Sertifikat Operasi Bandar Udara bagi Bandar udara yang
telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta melakukan pengawasan berupa
audit atau inspeksi secara berkala.Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar
udara (aerodrome) adalah heliport (tempat atau struktur yang digunakan untuk
lepas landas, mendarat dan pergerakan di darat helicopter).Penyelenggara Bandar
Udara, antara lain adalah Badan Usaha Kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I
dan II), Ditjen Perhubungan Udara (Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan
Udara), Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota, serta Badan Hukum
Indonesia.
C.
STANDAR DAN KETENTUAN
PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Standar dan ketentuan
berkaitan dengan pengoperasian bandar udara, termasuk pengoperasian
heliport, yaitu:
1)
Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
2)
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan;
3)
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
4)
Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat
Operasi Bandar Udara;
5)
Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/XI/1985 tentang
Peraturan Tata Tertib Bandara;
6)
Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/13/II/1990 tentang
Standar Rambu Terminal Bandar Udara;
7)
Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/21/I/1995 tentang
Standar Sistem Pemanduan Parkir Pesawat Udara (Aircraft Docking Guidance
System/ ADGS)
8)
Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/04/I/1997 tentang
Sertifikasi
9)
Kecakapan Pemandu Parkir Pesawat Udara, Sertifikasi Operator
Garbarata dan Sertifikasi
10) Kecakapan Operator
Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara.
11) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/130/VI/1997 tentang Persyaratan Standar Teknis dan
Operasional Helideck.
12) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/94/IV/1998 tentang Persyaratan Teknis dan
Operasional Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadan Kebakaran;
13) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/57/IV/1999 tentang Pemindahan Pesawat Udara Yang
Rusak di Bandar Udara;
14) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/112/VI/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan
Operasional Elevated Heliport;
15) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/140/VI/1999 tentang Prosedur Kendaraan Darat dan
Pergerakannya Di Sisi Udara;
16) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/262/X/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan
Operasional Surface Level Heliport;
17) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/345/XII/1999 tentangSertifikat Kecakapan Petugas dan
Teknisi Perawatan Kendaraan PKP-PK serta Petugas Salvage;
18) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Persyaratan Teknis Peralatan
Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment);
19) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/11/2001 tentang Standar Marka dan Rambu pada Daerah
Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara;
20) Keputusan Dirjen Perhubungan
Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai
Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground
Support Equipment/ GSE);
21) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/28/IV/2003 tentang Sertifikat Kecakapan Pelayanan
Pendaratan Helikopter (Helicopter Landing Officer/ HLO);
22) Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. SKEP/76/VI/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan
Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertiikasi Operasi Bandara.
Sisi Udara (Air Side)
Ø
landas pacu yang mutlak
diperlukan pesawat. Panjangnya landas pacu biasanya tergantung dari besarnya
pesawat yang dilayani. Untuk bandar udara perintis yang melayani pesawat kecil,
landasan cukup dari rumput ataupun tanah diperkeras (stabilisasi). Panjang
landasan perintis umumnya 1.200 meter dengan lebar 15 meter, misal melayani
Twin Otter, Cessna, dll. pesawat kecil berbaling-baling dua (umumnya cukup
600-800 meter saja). Sedangkan untuk bandar udara yang agak ramai dipakai
konstruksi aspal, dengan panjang 1.800 meter dan lebar 20 meter. Pesawat yang
dilayani adalah jenis turbo-prop atau jet kecil seperti Fokker-27, Tetuko 234,
Fokker-28, dlsb. Pada bandar udara yang ramai, umumnya dengan konstruksi beton
dengan panjang 3.600 meter dan lebar 30 meter. Pesawat yang dilayani adalah jet
sedang seperti Fokker-100, DC-10, B-747, Hercules, dlsb. Bandar udara
international terdapat lebih dari satu landasan untuk antisipasi ramainya lalu
lintas.
Ø
Apron adalah tempat parkir
pesawat yang dekat dengan bangunan terminal, sedangkan taxiway menghubungkan
apron dan run-way. Konstruksi apron umumnya beton bertulang, karena memikul
beban besar yang statis dari pesawat
Ø
Untuk keamanan dan
pengaturan, terdapat Air Traffic Controller, berupa menara khusus pemantau yang
dilengkapi radio control dan radar.
Ø
Karena dalam bandar udara
sering terjadi kecelakaan, maka diseduiakan unit penanggulangan kecelakaan (air
rescue service) berupa peleton penolong dan pemadan kebakaran, mobil pemadam
kebakaran, tabung pemadam kebakaran, ambulance, dll. peralatan penolong dan
pemadam kebakaran
Ø
Juga ada fuel service untuk
mengisi bahan bakar avtur.
Sisi Darat (Land Side)
Ø
Terminal bandar udara atau
concourse adalah pusat urusan penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat
counter check-in, (CIQ, Carantine - Inmigration - Custom) untuk bandar udara
internasional, dan ruang tunggu serta berbagai fasilitas untuk kenyamanan
penumpang. Di bandar udara besar, penumpang masuk ke pesawat melalui belalai.
Di bandar udara kecil, penumpang naik ke pesawat melalui tangga yang bisa
dipindah-pindah.
Ø
Curb, adalah tempat
penumpang naik-turun dari kendaraan darat ke dalam bangunan terminal
Ø
Parkir kendaraan, untuk
parkir para penumpang dan pengantar/penjemput, termasuk taksi
Penamaan dan kode
Setiap
bandar udara memiliki kode IATA dan ICAO yang berbeda satu sama lain. Kode bisa
diambil dari berbagai hal seperti nama bandar udara, daerah tempat bandar udara
terletak, atau nama kota yang dilayani. Kode yang diambil dari nama bandar
udara mungkin akan berbeda dengan namanya yang sekarang karena sebelumnya
bandar udara tersebut memiliki nama yang berbeda.
D.
PERSONIL PENGOPERASIAN
BANDAR UDARA
Setiap penyelenggara
bandara wajib mempekerjakan personil pengoperasian bandar udara yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kualifikasi
dan kompetensi personil pengoperasian bandar udara dibuktikan dengan Sertifikat
Tanda Kecakapan Personil (STKP/SKP) yang masih berlaku. STKP/ SKP ini harus
dibawa setiap menjalankan kegiatannya dan dapat ditunjukkan setiap kali
dilakukan inspeksi.
STKP/ SKP pengoperasian
bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara
antara lain:
a)
STKP Operator Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara
(Ground Support Equipment/ GSE);
b)
STKP Pemandu Parkir Pesawat Udara (Marshalling);
c)
STKP Apron Movement Controller;
d) STKP Helicopter Landing
Officer.
Untuk mendapatkan STKP/
SKP, seseorang harus mengikuti diklat, sesuai dengan kompetensi yang ingin
dimiliki, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Perhubungan Udara di seluruh
Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara atau Badan Hukum Indonesia yang telah
mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan Diklat yang dikeluarkan oleh
Ditjen Perhubungan Udara. Setelah mengikuti Diklat, seseorang harus diuji
kompetensi dan ketrampilannya oleh Tim Ditjen Perhubungan Udara. Bagi peserta
yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.
Persyaratan untuk
mendapatkan STKP/SKP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait.
E.
PERALATAN DAN FASILITAS
BANDAR UDARA
Setiap peralatan dan
fasilitas yang dioperasikan pada bandar udara harus dipelihara sehingga
memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap bandara/ aerodrome untuk
memastikan bahwa bandara/ aerodrome dapat melayani pesawat udara dengan
selamat, terutama pada keadaan :
1)
Setelah terjadi angin kencang, badai dan cuaca buruk lainnya;
2)
Segera setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di
aerodrome;
3)
Saat diminta oleh Ditjen Perhubungan Udara.
Adapun yang dimaksud dengan peralatan dan
fasilitas bandar udara adalah:
Fasilitas pergerakan
pesawat udara, antara lain landas pacu (runway), jalan penghubung landas pacu
(taxiway), dan apron. Alat bantu visual di bandara/ aerodrome, antara lain
marka, rambu dan tanda yang ada di runway, taxiway dan apron. Alat bantu visual berupa
lampu di aerodrome dan sekitarnya termasuk lampu untuk halangan (obstacle) yang
ada di sekitar bandara (aerodrome).
Untuk menunjang
pelayanan pesawat udara di darat, pada beberapa bandara tersedia peralatan
penunjang operasi darat pesawat udara (ground support equipment/ GSE). Setiap
jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai peruntukannya dan wajib memenui
persyaratan teknis dan spesifikasi fungsionalnya yang dibuktikan dengan
Sertifikat Kelaikan Operasi yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara.
Jenis peralatan dan persyaratan sertifikat kelaikan operasi diatur di dalam
Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan
Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE).
Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga (Badan Hukum
Indonesia) yang telah mendapatkan Sertifikat Persetujuan dari Ditjen
Perhubungan Udara. Syarat dan tata cara bagi Badan Hukum Indonesia untuk mendapatkan
Sertifikat Persetujuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen
Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia
Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground
Support Equipment/ GSE). Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat
udara yang dioperasikan pada suatu bandara dapat diusahakan oleh pihak di luar
bandara. Ijin pengusahaannya dikeluarkan oleh penyelenggara bandara.
F.
PROSEDUR PENGOPERASIAN
BANDAR UDARA
Setiap bandar udara yang
dioperasikan, wajib memiliki sertifikat operasi bandar udara. Salah satu
persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat, pada bandar udara yang melayani
pesawat udara dengan kapasitas tempat duduk lebih dari 30 (tigapuluh) tempat
duduk, adalah tersedianya Pertunjuk Pengoperasian Bandara/ Aerodrome (Aerodrome
Manual). Aerodrome Manual disusun oleh Penyelenggara Bandara dalam format yang
telah diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 76 Tahun 2005
(CASR 139 : Aerodrome). Aerodrome Manual berisi informasi mengenai lokasi
bandar udara, informasi mengenai bandar udara yang harus organisasi
penyelenggara bandar udara dan prosedur pengoperasian bandar udara.
Penyelenggara wajib
mengoperasikan bandar udara sesuai dengan prosedur dalam Aerodrome Manual.
Segala penyimpangan terhadap Aerodrome Manual harus dilaporkan kepada Dirjen
Perhubungan Udara.Prosedur pengoperasian bandar udara yang harus dimuat dalam
Aerodrome Manual, meliputi 17 (tujuh belas) prosedur dan langkah-langkah
keselamatan sebagai berikut:
1)
Aerodrome reporting;
2)
Akses ke daerah pergerakan pesawat udara;
3)
Aerodrome Emergency Plan;
4)
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
5)
Inspeksi terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle
limitation surface;
6)
Sistem kelistrikan dan alat bantu visual;
7)
Pemeliharaan daerah pergerakan pesawat udara;
8)
Keselamatan kerja di aerodrome;
9)
Manajemen pengoperasian apron;
10) Manajemen keselamatan di
apron;
11) Pengawasan pergerakan
kendaraan di sisi udara;
12) Manajemen gangguan
binatang liar;
13) Pengawasan halangan;
14) Pemindahan pesawat udara
yang rusak;
15) Penanganan bahan
berbahaya;
16) Operasi pada jarak
pandang rendah;
17) Perlindungan terhadap
lokasi radar dan alat bantu navigasi yang terdapat di bandara.
G.
LARANGAN DAN PEMBATASAN
TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE RESTRICTION AND LIMITATION)
Yang dimaksud dengan
halangan (obstacle) adalahsetiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah
larangan terdapat halangan (obstacle restriction surface), seperti runway
strip, RESA, clearway atau taxiway strip, setiap benda yang
menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle
limitation surface/ OLS).
Obstacle limitation
surface (OLS untuk non-instrument runway, non precision approach runway dan
precision approach runway category 1 meliputi:
ü Conical surface;
ü Inner horizontal
surface;
ü Approach surface
ü Transitional surface
ü Take off climb surface.
Obstacle limitation
surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:
1)
Outer horizontal surface
2)
Conical surface
3)
Inner horizontal surface
4)
Approach surface
5)
Inner approach surface
6)
Transitional surface
7)
Inner transitional surface
8)
Baulked landing surface
9)
Take off climb surface.
Penyelenggara bandara
harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya, dan mengawasi
setiap obyek yang berada pada obstacle limitation surface. Bilamana terdapat
pelanggaran atau potensial pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkan kepada
Ditjen Perhubungan Udara dan melakukan koordinasi dengan instansi atau
perusahaan yang terkait dengan obyek tersebut.
Obyek atau pendirian
obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110 meter dari permukaan
tanah atau lebih harus dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara, dan obyek
atau pendirian obyek baru di luar OLS dengan ketinggian di atas 150 meter dari
permukaan tanah atau lebih harus dianggap sebagai obstacle kecuali
dinyatakan sebaliknya oleh Ditjen Perhubungan Udara berdasarkan suatu
assessment.
A.
Sejarah
pangkalan udara
Pada
tahun 1939, Hindia Belanda membangun "Pangkalan Udara Maospati".
Ketika pecah perang pasifik tahun 1941, pangkalan udara ini dijadikan basis
kekuatan tentara sekutu di Pulau Jawa. Ketika Belanda menyerah kepada Jepang
tahun 1942, Angkatan Laut Jepang (Kaigun Kokusho) menguasai pangkalan udara
ini. Pangkalan ini juga digunakan untuk menyimpan berbagai jenis motor pesawat
buatan Jepang.Pasca kemerdekaan Indonesia, Pangkalan Udara Maospati dikuasai
oleh laskar-laskar perjuangan saat itu. Berdasarkan Keputusan Menteri I
Panglima Angkatan Udara Nomor 564 tanggal 4 Nopember 1960, Pangkalan Udara
Maospati berubah nama menjadi Pangkalan TNI AU Iswahyudi.Dengan berkembangnya
peran Lanud Iswahjudi dalam perebutan Irian Jaya, lanud ini menjadi Pangkalan
Udara Utama (Lanuma). Saat ini Pangakalan TNI AU lswahyudi merupakan Lanud tipe
A.
B.
Pengertian Pangkalan
Udara
Pangkalan
udara merupakan bagian dari potensi nasional bangsa dan sebagai sarana utama
bagi pesawat tempur di dalam mendukung suatu operasi udara.Pengembangan suatu
pangkalan udara sangat dipengaruhi oleh pengembangan doktrin strategis dan
kemampuan sumber daya anggaran yang dimiliki.Doktrin yang memuat asas-asas
dasar yang menjadi pedoman bagi tindakan-tindakan TNIAU dalam mendukung tujuan
nasional. Pada masa mendatang pengembangan suatu pangkalan udara tidak dapat
terlepas dari unsur fungsi dan kemampuan TNI AU dalam mendukung perannya sebagai
penegak kedaulatan negara di dirgantara.TNI AU sebagai komponen utama dalam
penyelenggaraan pertahanan negara di dirgantara
mempunyai peranan sangat penting di dalam ikut mewujudkan terciptanya
satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional yaitu untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.Salah satu faktor pendukung utama di dalam penyelenggaraan pertahanan
negara di dirgantara tersebut adalah adanya potensi sumber daya alam dan buatan
yang dimilki berupa senjata dan peralatan yang digunakan serta fasilitas
pangkalan udara (air base) dan landasan pacunya.Tersedianya fasilitas pangkalan
udara dapat didayagunakan dan dikembangkan menjadi kemampuan nyata bagi
kepentingan kesejahteraan bangsa dan pertahanan keamanan negara. Sesuai yang termuat dalam undang-undang No
3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara bahwa sumber daya buatan, sarana dan
prasarana nasional dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan
pertahanan negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional.Oleh karena itu
dengan melihat kondisi nyata yang ada saat ini, perlunya suatu pembangunan
pangkalan udara yang mempunyai nilai kualitatif, daya tahan dan daya tangkal,
baik secara defensif maupun ofensif. Agar
dapat terpenuhi daya tersebut, aspek pembangunan yang berskala nasional harus
dirancang secara terarah, bertahap dan berkelanjutan, serta dilaksanakan secara
dinamis dalam suatu kerangka pemikiran untuk
menciptakan kesejahteraan yang terpadu, serasi, selaras dan seimbang
dengan pembangunan pertahanan nasional.
C.
Pengembangan
Pangkalan Udara
Bertolak
dari hakikat bahwa bala udara memerlukan tempat berpijak di atas permukaan
daratan dan lautan, serta kenyataan bahwa ancaman udara dapat datang dari
setiap arah, maka untuk penerapan strategi pertahanan negara di dirgantara pada
masa mendatang, memerlukan penyiapan lahan yang disiapkan untuk pangkalan udara
dan pengembangan sarana dan prasarana seperti landasan/bandar udara yang
disesuaikan dengan kebutuhan pendaratan pesawat terbang militer yang dapat mendukung
tugas pokok TNI AU. Dengan
demikian, dalam upaya penyelenggaraan pertahanan dirgantara tersebut diperlukan
penataan ruang di darat/laut untuk penempatan/penggelaran kekuatan udara dan
kegiatan lain yang menunjang pertahanan dirgantara.Menurut beberapa pakar dan
pengamat militer dikatakan bahwa pengembangan suatu pangkalan udara dalam
mendukung suatu operasi udara kedepan harus mencakup 3 unsur. Pertama, adanya political Commitment dari
segenap unsur Pemerintah, Pimpinan TNI maupun elemen masyarakat. Artinya bahwa
ada suatu kesepakatan politik dari segenap unsur-unsur terkait untuk dapat
menciptakan atau mewujudkan suatu bentuk konsep pertahanan yang dapat menjaga
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selaras dan sesuai
dengan kepentingan nasional.Komitmen untuk membangun kesepakan tersebut akan
berpengaruh terhadap pembangunan TNI secara keseluruhan termasuk di dalamnya
adalah pembangunan pangkalan udara sebagai fasilitas utama bagi pesawat-pesawat
tempur TNI AU dalam melakukan tugas operasi udara. Kemudian yang kedua, pengembangan pangkalan udara
didasarkan kepada berapa besar pangkalan udara tersebut dapat memfasilitasi
suatu kekuatan udara untuk dapat menjaga nilai resources yang ada di wilayah
atau tempat yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup bangsa
terhadap persepsi ancaman yang akan timbul di wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan pangkalan udara dapat
dapat menunjang roda pembangunan daerah sebagai dukungan sarana dan fasilitas
dalam kegitan transfortasi udara atau kegiatan-kegiatan kemanusiaan lainnya
selain perang.Kemudian pembangunan pangkalan udara juga dapat mendukung
terciptanya pembinaan potensi dirgantara di wilayah tersebut.
D.
Dasar
pengembangan Pangkalan Udara
Dasar
pengembangan suatu pangkalan udara tidak dapat terlepas dari penggelaran
kekuatan udara yang diselenggarakan atas dasar efisiensi dan efektifitas
penggunaan kekuatan dihadapkan kepada ancamanyang akan terjadi. Oleh karena itu lokasi penggelaran kekuatan
udara dan fasilitas pendukungnyamemegang peranan penting di dalam
mengantisipasi kemungkinan ancaman yang akan terjadi. Kecepatan bereaksi untuk menjaga sedini
mungkin ancaman dapat menggagalkan musuh jauh sebelum masuk ke wilayah
kedaulatan Indonesia, sehingga perlindungan terhadap obyek-obyek vital dan
industri-industri strategis yang memiliki nilai resources tinggi bagi negara
dapat optimal.Menurut John C. Copper dalam teori kekuatan udara dikatakan bahwa
kekuatan udara memerlukan dukungan yaitu tersedianya alat peralatan serta
fasilitas antara lain : lapangan udara, pesawat terbang, mekanik pesawat,
operator, perancang pesawat terbang dan pabrik pesawat terbang serta suku
cadang pesawat terbang yang dibutuhkan.
Dalam
teori tersebut, segalapendukung harus mampu menyumbangkan sumberdayanya untuk
keberhasilan suatu operasi udara militer pada waktu keadaan darurat termasuk dalam
sistem pertahanan udara.Di dalam penggelaran kekuatan udara khususnya terhadap
pengembangan pangkalan udara, pada prinsipnya diselenggarakan berdasarkan
strategi pola pertahanan mendalam (defense-in-depth). Oleh karena itu dalam penggelaran tersebut
perlu memperhatikan karakteristik geeografis wilayah, penyebaran obyek vital
nasional dan obyek vital lainnya yang bernilai strategis, daerah rawan serta kekuatan
udara yang dimiliki dihadapkan kepada potensi ancaman yang dihadapi, demikian
pula penetapan unsur-unsur operasionalnya. Itu semua mendasari pengembangan
suatu pangkalan udara yang dapat menunjang kemampuan untuk :
a. Menyelenggarakan
Penegakan kedaulatan negara dan hukum di ruang
udara serta mempertahankan keutuhan wilayah dirgantara nasional.
b. Menyelenggarakan
strategi pertahanan berlapis-lapis (depen in dept)
c. Menyelenggarakan
aktivitas proyeksi kekuatan udara di daerah rawan dan kawasan jalur pendekat
kekuatan laut lawan.
d. Menyelenggarakan
dukungan terhadap gerakan, aktivitas operasional dan bantuan logistik di
wilayah perlawanan yang meliputi tata ruang wilayah daratan dan laut/maritim.
e. Menyelenggarakan
pertahanan dan perlindungan obyek-obyek vital dan daerah latihan satuan TNI.
f. Menyelenggarakan
perang berlanjut berdasarkan konsepsi sistem pertahanan yang kita miliki yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pertahanan dirgantara.
Dalam
pengembangan pangkalan udara terdapat dua aspek penting yang perlu
dipertimbangkan, yaitu aspek kesejahteraan dan aspek pertahanan.
1)
Aspek
Kesejahteraan.Upaya pengembangan pangkalan udara
perlu pula untuk memperhatikan aspek kesejahteraan bagai segenap rakyat
Indonesia. Artinya bahwa pengembangan suatu pangkalan udara disuatu wilayah,
diharapkan juga mampu untuk menciptakan ruang dalam mendukung kelancaran
pembangunan nasional. Selain fungsi utama sebagai dukungan kekuatan tempur
dalam melakukan diterrent dapat pula sebagai dukungan dalam kerangka MOOTW
(military operation other than war), selain itu dapat difungsikan sebagai
sarana transportasi udara yang dapat menggerakkan roda perekonomian di wilayah
tersebut.Kemudian berkaitan dengan belakunya undang-undang otonomi
daerah,tentunya dapat bersinergi dan bekerjasama di dalam menciptakan
pembangunan nasional aspek dirgantara di wilayah tersebut.
2)
Aspek
Pertahanan.Pembangunan pangkalan udara adalah esensial untuk
melengkapi kekuatan udara di Indonesia.
Pembangunan tersebut baik yang utama maupun dalam lingkup bare base
concept memberikan kemampuan untuk menggunakan aset-aset udara di wilayah
strategis Indonesia. Pembangunan
tersebut perlu dikembangkan berdasarkan doktrin yang dimiliki oleh Angkatan
Udara Indonesia, sehingga diharapkan dapat memberikan kemampuan bagi Indonesia
untuk menyebarkan pesawat-pesawat garis depan ke-wilayah-wilayah strategis di
Indonesia.
Krisis
ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 hingga saat ini, telah mempengaruhi
pembangunan fasilitas pangkalan udara sebagai sarana pendukung kekuatan udara.Oleh
karenanya pengelolaan dilakukan secara efektif dan efisien. Kemampuan anggaran
tersebut utamanya diprioritaskan untuk mempertahankan kemampuan yang sudah ada
dan membangun yang belum ada, sehingga perlu dilakukan sklala prioritas dalam
pelaksanaannya. Diperlukan
suatu konsistensi yang berkesinambungan di dalam pembangunan tersebut, hingga
terwujud postur TNI AU yang dicita-citakan pada tahun 2010. Lokasi penggelaran
diupayakan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan seluruh aset
milik TNI AU yang tersebar di seluruh pelosok
Indonesia. Selain
itu, faktor yang menentukan pada lokasi pangkalan-pangkalan ini adalah lokasi
relatifnya terhadap aset-aset strategis penting dan juga radius aksi efektif
dari pesawat tempur yang dimiliki.
Berdasarkan
fungsinya, status pangkalan TNI AU dibagi menjadi pangkalan Induk dan pangkalan
Operasi. Pangkalan-pangkalan tersebut diklasifikasikan menjadi Lanud A, Lanud
B, Lanud C, Detasemen TNI AU serta Pos TNI AU. sebagai berikut :
a)
Pangkalan
Induk. Pangkalan
induk terdiri dari: Lanud Pekanbaru,
Lanud Halim Perdanakusuma, Lanud Atang Sanjaya, Lanud Adi Sutjipto,
Lanud Iswahyudi, Lanud Abdul Rahman Saleh, Lanud Hasanuddin,
Lanud Supadio, Lanud Surya Darma.
b)
Pangkalan
Operasi. Pangkalan
operasi terdiri dari: Lanud Maimun
Saleh, Lanud Medan, Lanud Padang, Lanud Tanjung Pinang, Lanud Ranai, Lanud Palembang,
Lanud Astra kestra, Lanud Tanjung pandan, Lanud Wira Dinata, Lanud Sukani,
Lanud Sulaeman, Lanud Wirasaba, Lanud Singkawang II, Lanud Iskandar, Lanud
Syamsuddin Noor, Lanud Balikpapan, Lanud Sam Ratulangi, Lanud Wolter
Monginsidi, Lanud Ngurah Rai, Lanud Rembiga, Lanud Surabaya, Lanud Eltari,
Lanud Patimura, Lanud Morotai, Lanud Manuhua, Lanud Jayapura, Lanud Dumatubun,
Lanud Merauke, Lanud Adi Sumarmo, Lanud Husein Sastranegara, Lanud
Tarakan, Lanud Iskandar Muda.Dengan melihat kemampuan nyata kekuatan
udara yang dimiliki oleh TNI AU, maka prioritas utama pembangunan suatu
pangkalan udara harus direncanakan secara selektif, dengan melihat lingkungan
strategik yang berkembang serta hakekat ancaman yang sewaktu-waktu dapat
terjadi.Diharapkan proses pengembangan pangkalan secara berkelanjutan tetap
direncanakan mengingat luas wilayah dirgantara yang harus dijaga serta
kemampuan kekuatan TNI AU yang belum optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar