Rabu, 03 Oktober 2012

MBU



A.    PENGGUNAAN BERSAMA BANDAR UDARA DAN PANGKAL UDARA
Penggunaan bersama bandar udara dan pangkalan udara diatur dalam Pasal 257 sampai dengan Pasal 259 UURI No.1/2009. Menurut Pasal 257 UURI No.1/2009 dalam keadaan tertentu59 bandar udara dapat digunakan sebagai pangkalan udara dan sebaliknya pangkalan udara dapat digunakan bersama sebagai bandar udara. Penggunaan bersama bandar udara atau pangkalan udara dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara, keselamatan, keamanan dan kelancaran penerbangan, keamanan dan pertahanan negara serta peraturan perundang-undangan. Dalam keadaan damai, pangkalan udara yang digunakan bersama berlaku ketentuan penerbangan sipil, sedangkan pengawasan dan pengendalian penggunaan kawasan keselamatan operasi penerbangan pada pangkalan udara yang digunakan bersama dilaksanakan oleh otoritas bandar udara setelah mendapat persetujuan dari instansi terkait.
Sedangkan bandar udara dan pangkalan udara yang digunakan bersama ditetapkan dengan Keputusan Presiden Sementara beberapa lapangan udara menyediakan fasilitas yang sangat seperti bandara sipil, misalnya RAF Brize Norton di Oxfordshire , Inggris yang memiliki terminal yang melayani penumpang untuk Royal Air Force penerbangan 's dijadwalkan, misalnya, TriStar ke Kepulauan Falkland, paling tidak. Sebagian besar lapangan udara militer terletak jauh dari daerah berpenduduk karena potensi yang selalu ada dalam penerbangan kecelakaan yang dapat menyebabkan kecelakaan dan penderitaan yang signifikan dari kerusakan dan korban pada penduduk sipil.

 Operasi pangkalan udara umumnya diorganisir sekitar daerah operasional dibagi ke dalam operasi udara komando , kontrol lalu lintas udara baik operasi yang menjulang tinggi atau non-menjulang berbasis, landasan pacu , taxiway , dan landai digunakan dalam operasi militer untuk melepaskan pasukan untuk diangkut melalui udara, atau untuk persediaan kargo untuk pemuatan. Pengisian dilakukan dalam pra-penerbangan dan inspeksi daerah. Lebih substansial pemeliharaan dan perbaikan dilakukan dalam operasi skuadron pemeliharaan , biasanya dalam atau dekat dengan skuadron mereka hanggar yang biasanya Hardened Shelter Pesawat untuk melindungi pesawat individu dari serangan udara . Pemeliharaan juga dilakukan dalam operasi pemeliharaan menengah atau depot operasi pemeliharaan daerah, yang terakhir biasanya berkaitan dengan pekerjaan struktural yang lebih besar seperti mengubah mesin, perbaikan crash, atau upgrade lapangan . Sebagian besar permukaan pangkalan udara dikhususkan untuk wilayah manuver yang digunakan oleh pesawat untuk bergerak di sekitar area yang berbeda saat mereka kembali dari misi udara atau mempersiapkan diri untuk satu.
1)      Stasiun keamanan
Operasi penerbangan militer seringkali memerlukan tingkat yang lebih tinggi dari keamanan pangkalan udara , dan dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara telah mengadopsi tingkat yang lebih tinggi keamanan karena ancaman serangan teroris . Ini keamanan di masa perang ditambah dengan mendasarkan dari pertahanan udara sistem dan unit mereka, biasanya di pinggiran pangkalan udara, yang menggunakan senjata anti-pesawat seperti permukaan-ke-udara rudal dan mereka kebakaran radar kontrol , untuk melindungi dari serangan udara. Unit lain yang terletak di pangkalan udara militer mungkin perbaikan landasan pacu pasukan. Beberapa lapangan udara yang dibangun bawah tanah, seperti Pangkalan Udara Željava di perbatasan Kroasia dan Bosnia dan Herzegovina .
2)      Nasional lapangan terbang
a)        Britania Raya
Di Inggris, Royal Air Force (RAF) hanya panggilan stasiun mereka Stasiun Angkatan Udara Kerajaan , diikuti oleh nama stasiun. Hal ini sering disingkat menjadi "RAF" - maka nama, seperti RAF Marham . Mereka umumnya dinamai paling dekat stasiun kereta api (karena secara historis, pada hari-hari awal dari RAF, kereta api perjalanan adalah satu-satunya sarana transportasi yang tersedia untuk tenaga pelayanan), meskipun ada pengecualian. Misalnya, mantan RAF Coltishall seharusnya bernama "RAF Buxton" setelah stasiun kereta api kecil setempat, tetapi ini akan menyebabkan kebingungan dengan kota yang lebih besar dari Buxton di Derbyshire , dan karena itu dinamai desa terdekat. Banyak stasiun RAF lama kehilangan stasiun kereta api setempat mereka. Untuk stasiun-stasiun RAF tanpa kepala rel, mereka hanya bernama setelah baik desa setempat, atau menggunakan nama gedung yang relevan yang mereka tinggal di, seperti RAF Bentley Biarawan , atau negara RAF Belize. Tidak ada perbedaan dalam tatanama untuk non-terbang Stasiun RAF, RAF dan stasiun luar negeri telah mengikuti prinsip yang sama. Pembagian penerbangan dari Royal Navy (RN), yang Lengan Udara Armada (FAA) umumnya mengikuti prinsip yang sama penamaan seperti RAF, tapi malah diawali dengan Kerajaan Pangkalan Udara Angkatan Laut , atau RNA untuk jangka pendek, seperti Yeovilton RNA . Namun, dalam menjaga link maritim, Angkatan Laut Kerajaan Stasiun semua udara adalah tambahan yang disebutkan dalam cara yang sama seperti kapal-kapal Angkatan Laut - dalam hal Yeoviltons ', ia juga disebut HMS Heron. Untuk Angkatan Darat Inggris penerbang, yang Army Air Corps , mereka sebelumnya telah menggunakan "lapangan terbang" istilah, didahului dengan nama lokal, misalnya Wattisham Airfield. Namun, karena mayoritas lapangan udara Angkatan Darat saat ini sebenarnya stasiun RAF mantan, mereka sekarang mengikuti metode nomenklatur yang sama seperti RAF dan RN, dan mendahului nama lokalitas dengan "Angkatan Udara" (sering disingkat AAC). Sebagai contoh, mantan Stasiun RAF Tengah Wallop sekarang AAC Tengah Wallop . Sayangnya, beberapa lapangan udara AAC mungkin juga dikenal oleh Garrison nama! Inggris Coast Guard , Coastguard Her Majesty , umumnya tidak memiliki lapangan udara didedikasikan mereka sendiri. Penjaga Pantai Kebanyakan pesawat biasanya dioperasikan dari lapangan terbang "host", yang mungkin baik militer atau sipil.
b)            Amerika Serikat
Pangkalan Udara di Lajes kepulauan Azores , Portugal . Para Angkatan Udara Amerika Serikat , dan komponen-komponennya ( Cadangan Angkatan Udara dan Air National Guard ) panggilan basis mereka Basis Angkatan Udara , Cadangan Air Basa , atau National Air Basa Garda, kebanyakan dari mereka diberi nama setelah seseorang signifikansi militer atau pemerintah (misalnya , Selfridge Air National Guard Pangkalan , Michigan; Edwards Air Force Base , California; General Mitchell Pangkalan Udara Cadangan , Wisconsin). Mereka dengan sangat sedikit atau tidak ada penerbangan aktivitas yang disebut Stasiun Angkatan Udara (misalnya, Jackson Barak Pengawal Udara Station, Louisiana; Onizuka Air Force Station , California). Basis Angkatan Udara berlokasi di negara lain disebut Basa udara, dan biasanya diberi nama setelah kota atau wilayah di mana mereka berada (misalnya, Spangdahlem Air Base , Jerman). Para Angkatan Darat Amerika Serikat panggilan lapangan udara pangkalan udara Angkatan Darat, dan, seperti Angkatan Udara, nama kebanyakan dari mereka setelah tokoh militer (misalnya, lapangan terbang Angkatan Darat Polk , Louisiana; Biggs Angkatan Darat lapangan terbang , TX). Para Angkatan Laut Amerika Serikat , Korps Marinir Amerika Serikat , dan United States Coast Guard panggilan udara mereka Stasiun pangkalan udara dan umumnya nama mereka setelah area di mana mereka berada (misalnya, Naval Air Station Pensacola , Florida; Cherry Titik Stasiun Udara Korps Marinir , North Carolina; Kodiak Coast Guard Air Station , Alaska).
c)        Jalan pangkalan udara
Artikel utama: jalur Jalan Raya
Pangkalan udara road jalan raya dibangun untuk ganda sebagai pangkalan udara tambahan dalam hal perang. Bangsa yang dikenal untuk memanfaatkan strategi ini adalah Swedia [1] , Finlandia , Jerman , Singapura , Swiss dan Polandia. Dalam kasus jalan pangkalan udara Finlandia, ruang yang diperlukan untuk pendaratan pesawat berkurang melalui suatu kawat arrestor , mirip dengan yang digunakan pada beberapa kapal induk. [2]
-pembawa PesawatBandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Suatu bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landasan pacu atau helipad ( untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya seperti bangunan terminal dan hanggar.
Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) : Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (Persero) Angkasa Pura I adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat.

B.     Perkembangan Bandara
Pada masa awal penerbangan, bandara hanyalah sebuah tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja tergantung arah angin. Di masa Perang Dunia I, bandara mulai dibangun permanen seiring meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan landas pacu mulai terlihat seperti sekarang. Setelah perang, bandara mulai ditambahkan fasilitas komersial untuk melayani penumpang.Sekarang, bandara bukan hanya tempat untuk naik dan turun pesawat. Dalam perkembangannya, berbagai fasilitas ditambahkan seperti toko-toko, restoran, pusat kebugaran, dan butik-butik merek ternama apalagi di bandara-bandara baru. Penamaan dan Kode Bandara. Setiap bandara memiliki kode IATA dan ICAO yang berbeda satu sama lain. Kode bisa diambil dari berbagai hal seperti nama bandara, daerah tempat bandara terletak, atau nama kota yang dilayani.
Kode yang diambil dari nama bandara mungkin akan berbeda dengan namanya yang sekarang karena sebelumnya bandara tersebut memiliki nama yang berbeda.Fungsi bandara merupakan  tempat lepas  landas, mendarat pesawat udara, dan pergerakan di darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara merupakan simpul dari system transportasi udara. Perencanaan, pembangunanan dan pengoperasian suatu Bandar udara harus memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum dalam Annex 14 Convention on International Civil Aviation (Vol I : Aerodrome dan Vol II : Heliport).
Ketentuan ini diadopsi dalam ketentuan nasional  berupa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait lainnya.
Pengoperasian Bandar udara sesuai ketentuan keselamatan penerbangan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan pengoperasian pesawat udara di Bandar udara. Berkaitan dengan hal tersebut,  Penyelenggara Bandar udara mempunyai kewajiban, sesuai ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 139 : Aerodrome, yaitu :
Memenuhi standar dan ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan Ditjen Pehubungan Udara yang disampaikan secara tertulis. Mempekerjakan personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam jumlah yang memadai. Menjamin Bandar udara (aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat  perhatian  sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mengoperasikan dan memelihara Bandar udara sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Aerodrome Manual.Ditjen Perhubungan Udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian Bandar udara berupa penerbitan Sertifikat Operasi Bandar Udara bagi Bandar udara yang telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta melakukan pengawasan berupa audit atau inspeksi secara berkala.Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar udara (aerodrome) adalah heliport (tempat atau struktur yang digunakan untuk lepas landas, mendarat dan pergerakan di darat helicopter).Penyelenggara Bandar Udara,  antara lain adalah Badan Usaha Kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I dan II), Ditjen Perhubungan Udara (Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara), Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota, serta Badan Hukum Indonesia.
C.    STANDAR DAN KETENTUAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Standar dan ketentuan berkaitan dengan pengoperasian bandar udara, termasuk pengoperasian heliport,  yaitu:
1)      Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
2)      Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
3)      Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
4)      Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat Operasi Bandar Udara;
5)      Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/XI/1985 tentang Peraturan Tata Tertib Bandara;
6)      Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/13/II/1990 tentang Standar Rambu Terminal Bandar Udara;
7)      Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/21/I/1995 tentang Standar Sistem Pemanduan Parkir Pesawat Udara (Aircraft Docking Guidance System/ ADGS)
8)      Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/04/I/1997 tentang Sertifikasi
9)      Kecakapan Pemandu Parkir Pesawat Udara, Sertifikasi Operator Garbarata dan Sertifikasi
10)  Kecakapan Operator Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara.
11)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/130/VI/1997 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Helideck.
12)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/94/IV/1998 tentang Persyaratan Teknis dan Operasional Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadan Kebakaran;
13)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/57/IV/1999 tentang Pemindahan Pesawat Udara Yang Rusak di Bandar Udara;
14)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/112/VI/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Elevated Heliport;
15)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/140/VI/1999 tentang Prosedur Kendaraan Darat dan Pergerakannya Di Sisi Udara;
16)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/262/X/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Surface Level Heliport;
17)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/345/XII/1999 tentangSertifikat Kecakapan Petugas dan Teknisi Perawatan Kendaraan PKP-PK serta Petugas Salvage;
18)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Persyaratan Teknis Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment);
19)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/11/2001 tentang Standar Marka dan Rambu pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara;
20)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
21)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/28/IV/2003 tentang Sertifikat Kecakapan Pelayanan Pendaratan Helikopter (Helicopter Landing Officer/ HLO);
22)  Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/76/VI/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertiikasi Operasi Bandara.


Sisi Udara (Air Side)
Ø  landas pacu yang mutlak diperlukan pesawat. Panjangnya landas pacu biasanya tergantung dari besarnya pesawat yang dilayani. Untuk bandar udara perintis yang melayani pesawat kecil, landasan cukup dari rumput ataupun tanah diperkeras (stabilisasi). Panjang landasan perintis umumnya 1.200 meter dengan lebar 15 meter, misal melayani Twin Otter, Cessna, dll. pesawat kecil berbaling-baling dua (umumnya cukup 600-800 meter saja). Sedangkan untuk bandar udara yang agak ramai dipakai konstruksi aspal, dengan panjang 1.800 meter dan lebar 20 meter. Pesawat yang dilayani adalah jenis turbo-prop atau jet kecil seperti Fokker-27, Tetuko 234, Fokker-28, dlsb. Pada bandar udara yang ramai, umumnya dengan konstruksi beton dengan panjang 3.600 meter dan lebar 30 meter. Pesawat yang dilayani adalah jet sedang seperti Fokker-100, DC-10, B-747, Hercules, dlsb. Bandar udara international terdapat lebih dari satu landasan untuk antisipasi ramainya lalu lintas.
Ø  Apron adalah tempat parkir pesawat yang dekat dengan bangunan terminal, sedangkan taxiway menghubungkan apron dan run-way. Konstruksi apron umumnya beton bertulang, karena memikul beban besar yang statis dari pesawat
Ø  Untuk keamanan dan pengaturan, terdapat Air Traffic Controller, berupa menara khusus pemantau yang dilengkapi radio control dan radar.
Ø  Karena dalam bandar udara sering terjadi kecelakaan, maka diseduiakan unit penanggulangan kecelakaan (air rescue service) berupa peleton penolong dan pemadan kebakaran, mobil pemadam kebakaran, tabung pemadam kebakaran, ambulance, dll. peralatan penolong dan pemadam kebakaran
Ø  Juga ada fuel service untuk mengisi bahan bakar avtur.

Sisi Darat (Land Side)
Ø  Terminal bandar udara atau concourse adalah pusat urusan penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat counter check-in, (CIQ, Carantine - Inmigration - Custom) untuk bandar udara internasional, dan ruang tunggu serta berbagai fasilitas untuk kenyamanan penumpang. Di bandar udara besar, penumpang masuk ke pesawat melalui belalai. Di bandar udara kecil, penumpang naik ke pesawat melalui tangga yang bisa dipindah-pindah.
Ø  Curb, adalah tempat penumpang naik-turun dari kendaraan darat ke dalam bangunan terminal
Ø  Parkir kendaraan, untuk parkir para penumpang dan pengantar/penjemput, termasuk taksi

Penamaan dan kode
Setiap bandar udara memiliki kode IATA dan ICAO yang berbeda satu sama lain. Kode bisa diambil dari berbagai hal seperti nama bandar udara, daerah tempat bandar udara terletak, atau nama kota yang dilayani. Kode yang diambil dari nama bandar udara mungkin akan berbeda dengan namanya yang sekarang karena sebelumnya bandar udara tersebut memiliki nama yang berbeda.
D.    PERSONIL PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Setiap penyelenggara bandara wajib mempekerjakan personil pengoperasian bandar udara yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kualifikasi dan kompetensi personil pengoperasian bandar udara dibuktikan dengan Sertifikat Tanda Kecakapan Personil (STKP/SKP) yang masih berlaku. STKP/ SKP ini harus dibawa setiap menjalankan kegiatannya dan dapat ditunjukkan setiap kali dilakukan inspeksi.
STKP/ SKP pengoperasian bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara antara lain:
a)      STKP Operator Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
b)      STKP Pemandu Parkir Pesawat Udara (Marshalling);
c)      STKP Apron Movement Controller;
d)     STKP Helicopter Landing Officer.
Untuk mendapatkan STKP/ SKP, seseorang harus mengikuti diklat, sesuai dengan kompetensi yang ingin dimiliki, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara atau Badan Hukum Indonesia yang telah mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan Diklat yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Setelah mengikuti Diklat, seseorang harus diuji kompetensi dan ketrampilannya oleh Tim Ditjen Perhubungan Udara. Bagi peserta yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.
Persyaratan untuk mendapatkan STKP/SKP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait.
E.     PERALATAN DAN FASILITAS BANDAR UDARA
Setiap peralatan dan fasilitas yang dioperasikan pada bandar udara harus dipelihara sehingga memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap bandara/ aerodrome untuk memastikan bahwa bandara/ aerodrome dapat melayani pesawat udara dengan selamat, terutama pada keadaan :
1)      Setelah terjadi angin kencang, badai dan cuaca buruk lainnya;
2)      Segera setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di aerodrome;
3)      Saat diminta oleh Ditjen Perhubungan Udara.

Adapun yang dimaksud dengan peralatan dan fasilitas bandar udara adalah:
Fasilitas pergerakan pesawat udara, antara lain landas pacu (runway), jalan penghubung landas pacu (taxiway), dan apron. Alat bantu visual di bandara/ aerodrome, antara lain marka, rambu dan tanda yang ada di runway, taxiway dan apron. Alat bantu visual berupa lampu di aerodrome dan sekitarnya termasuk lampu untuk halangan (obstacle) yang ada di sekitar bandara (aerodrome).
Untuk menunjang pelayanan pesawat udara di darat, pada beberapa bandara tersedia peralatan penunjang operasi darat pesawat udara (ground support equipment/ GSE). Setiap jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai peruntukannya dan wajib memenui persyaratan teknis dan spesifikasi fungsionalnya yang dibuktikan dengan Sertifikat Kelaikan Operasi yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Jenis peralatan dan persyaratan sertifikat kelaikan operasi diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE). Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga (Badan Hukum Indonesia) yang telah mendapatkan Sertifikat Persetujuan dari Ditjen Perhubungan Udara. Syarat dan tata cara  bagi Badan Hukum Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Persetujuan sebagaimana  diatur dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE). Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang dioperasikan pada suatu bandara dapat diusahakan oleh pihak di luar bandara. Ijin pengusahaannya dikeluarkan oleh penyelenggara bandara. 

F.     PROSEDUR PENGOPERASIAN BANDAR UDARA
Penyelenggara wajib mengoperasikan bandar udara sesuai dengan prosedur dalam Aerodrome Manual. Segala penyimpangan terhadap Aerodrome Manual harus dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara.Prosedur pengoperasian bandar udara yang harus dimuat dalam  Aerodrome Manual, meliputi 17 (tujuh belas) prosedur dan langkah-langkah keselamatan sebagai berikut:
1)      Aerodrome reporting;
2)      Akses ke daerah pergerakan pesawat udara;
3)      Aerodrome Emergency Plan;
4)      Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
5)      Inspeksi terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle limitation surface;
6)      Sistem kelistrikan dan alat bantu visual;
7)      Pemeliharaan daerah pergerakan pesawat udara;
8)      Keselamatan kerja di aerodrome;
9)      Manajemen pengoperasian apron;
10)  Manajemen keselamatan di apron;
11)  Pengawasan pergerakan kendaraan di sisi udara;
12)  Manajemen gangguan binatang liar;
13)  Pengawasan halangan;
14)  Pemindahan pesawat udara yang rusak;
15)  Penanganan  bahan berbahaya;
16)  Operasi pada jarak pandang rendah;
17)  Perlindungan terhadap lokasi radar dan alat bantu navigasi yang terdapat di bandara.
G.    LARANGAN DAN PEMBATASAN TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE RESTRICTION AND LIMITATION)
Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalahsetiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan (obstacle restriction surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau taxiway strip, setiap benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle limitation surface/ OLS).
Obstacle limitation surface (OLS untuk non-instrument runway, non precision approach runway dan precision approach runway category 1 meliputi:
ü  Conical surface;
ü  Inner horizontal surface;
ü  Approach surface
ü  Transitional surface
ü  Take off climb surface.
Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:
1)      Outer horizontal surface
2)      Conical surface
3)      Inner horizontal surface
4)      Approach surface
5)      Inner approach surface
6)      Transitional surface
7)      Inner transitional surface
8)      Baulked landing surface
9)      Take off climb surface.
Penyelenggara bandara harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya, dan mengawasi setiap obyek yang berada pada obstacle limitation surface. Bilamana terdapat pelanggaran atau potensial pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara dan melakukan koordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait dengan obyek tersebut.
Obyek atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara, dan obyek atau pendirian obyek baru di luar OLS dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih  harus dianggap sebagai obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya  oleh Ditjen Perhubungan Udara berdasarkan suatu assessment.
A.    Sejarah pangkalan udara
Pada tahun 1939, Hindia Belanda membangun "Pangkalan Udara Maospati". Ketika pecah perang pasifik tahun 1941, pangkalan udara ini dijadikan basis kekuatan tentara sekutu di Pulau Jawa. Ketika Belanda menyerah kepada Jepang tahun 1942, Angkatan Laut Jepang (Kaigun Kokusho) menguasai pangkalan udara ini. Pangkalan ini juga digunakan untuk menyimpan berbagai jenis motor pesawat buatan Jepang.Pasca kemerdekaan Indonesia, Pangkalan Udara Maospati dikuasai oleh laskar-laskar perjuangan saat itu. Berdasarkan Keputusan Menteri I Panglima Angkatan Udara Nomor 564 tanggal 4 Nopember 1960, Pangkalan Udara Maospati berubah nama menjadi Pangkalan TNI AU Iswahyudi.Dengan berkembangnya peran Lanud Iswahjudi dalam perebutan Irian Jaya, lanud ini menjadi Pangkalan Udara Utama (Lanuma). Saat ini Pangakalan TNI AU lswahyudi merupakan Lanud tipe A.
B.     Pengertian Pangkalan Udara
Pangkalan udara merupakan bagian dari potensi nasional bangsa dan sebagai sarana utama bagi pesawat tempur di dalam mendukung suatu operasi udara.Pengembangan suatu pangkalan udara sangat dipengaruhi oleh pengembangan doktrin strategis dan kemampuan sumber daya anggaran yang dimiliki.Doktrin yang memuat asas-asas dasar yang menjadi pedoman bagi tindakan-tindakan TNIAU dalam mendukung tujuan nasional. Pada masa mendatang pengembangan suatu pangkalan udara tidak dapat terlepas dari unsur  fungsi dan kemampuan  TNI AU dalam mendukung perannya sebagai penegak kedaulatan negara di dirgantara.TNI AU sebagai komponen utama dalam penyelenggaraan pertahanan   negara  di dirgantara  mempunyai peranan sangat penting di dalam ikut mewujudkan terciptanya satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Salah satu faktor pendukung utama di dalam penyelenggaraan pertahanan negara di dirgantara tersebut adalah adanya potensi sumber daya alam dan buatan yang dimilki berupa senjata dan peralatan yang digunakan serta fasilitas pangkalan udara (air base) dan landasan pacunya.Tersedianya fasilitas pangkalan udara dapat didayagunakan dan dikembangkan menjadi kemampuan nyata bagi kepentingan kesejahteraan bangsa dan pertahanan keamanan negara.    Sesuai yang termuat dalam undang-undang No 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara bahwa sumber daya buatan, sarana dan prasarana nasional dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan pertahanan negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional.Oleh karena itu dengan melihat kondisi nyata yang ada saat ini, perlunya suatu pembangunan pangkalan udara yang mempunyai nilai kualitatif, daya tahan dan daya tangkal, baik secara defensif maupun ofensif.  Agar dapat terpenuhi daya tersebut, aspek pembangunan yang berskala nasional harus dirancang secara terarah, bertahap dan berkelanjutan, serta dilaksanakan secara dinamis dalam suatu kerangka pemikiran untuk  menciptakan kesejahteraan yang terpadu, serasi, selaras dan seimbang dengan pembangunan pertahanan nasional.
C.    Pengembangan Pangkalan Udara          
Bertolak dari hakikat bahwa bala udara memerlukan tempat berpijak di atas permukaan daratan dan lautan, serta kenyataan bahwa ancaman udara dapat datang dari setiap arah, maka untuk penerapan strategi pertahanan negara di dirgantara pada masa mendatang, memerlukan penyiapan lahan yang disiapkan untuk pangkalan udara dan pengembangan sarana dan prasarana seperti landasan/bandar udara yang disesuaikan dengan kebutuhan pendaratan pesawat terbang militer yang dapat mendukung tugas pokok TNI AU. Dengan demikian, dalam upaya penyelenggaraan pertahanan dirgantara tersebut diperlukan penataan ruang di darat/laut untuk penempatan/penggelaran kekuatan udara dan kegiatan lain yang menunjang pertahanan dirgantara.Menurut beberapa pakar dan pengamat militer dikatakan bahwa pengembangan suatu pangkalan udara dalam mendukung suatu operasi udara kedepan harus mencakup 3 unsur.    Pertama, adanya political Commitment dari segenap unsur Pemerintah, Pimpinan TNI maupun elemen masyarakat. Artinya bahwa ada suatu kesepakatan politik dari segenap unsur-unsur terkait untuk dapat menciptakan atau mewujudkan suatu bentuk konsep pertahanan yang dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selaras dan sesuai dengan kepentingan nasional.Komitmen untuk membangun kesepakan tersebut akan berpengaruh terhadap pembangunan TNI secara keseluruhan termasuk di dalamnya adalah pembangunan pangkalan udara sebagai fasilitas utama bagi pesawat-pesawat tempur TNI AU dalam melakukan tugas operasi udara. Kemudian yang kedua, pengembangan pangkalan udara didasarkan kepada berapa besar pangkalan udara tersebut dapat memfasilitasi suatu kekuatan udara untuk dapat menjaga nilai resources yang ada di wilayah atau tempat yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup bangsa terhadap persepsi ancaman yang akan timbul di wilayah tersebut.   Ketiga, pembangunan pangkalan udara dapat dapat menunjang roda pembangunan daerah sebagai dukungan sarana dan fasilitas dalam kegitan transfortasi udara atau kegiatan-kegiatan kemanusiaan lainnya selain perang.Kemudian pembangunan pangkalan udara juga dapat mendukung terciptanya pembinaan potensi dirgantara di wilayah tersebut.
D.    Dasar pengembangan Pangkalan Udara
Dasar pengembangan suatu pangkalan udara tidak dapat terlepas dari penggelaran kekuatan udara yang diselenggarakan atas dasar efisiensi dan efektifitas penggunaan kekuatan dihadapkan kepada ancamanyang akan terjadi.  Oleh karena itu lokasi penggelaran kekuatan udara dan fasilitas pendukungnyamemegang peranan penting di dalam mengantisipasi kemungkinan ancaman yang akan terjadi.  Kecepatan bereaksi untuk menjaga sedini mungkin ancaman dapat menggagalkan musuh jauh sebelum masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia, sehingga perlindungan terhadap obyek-obyek vital dan industri-industri strategis yang memiliki nilai resources tinggi bagi negara dapat optimal.Menurut John C. Copper dalam teori kekuatan udara dikatakan bahwa kekuatan udara memerlukan dukungan yaitu tersedianya alat peralatan serta fasilitas antara lain : lapangan udara, pesawat terbang, mekanik pesawat, operator, perancang pesawat terbang dan pabrik pesawat terbang serta suku cadang pesawat terbang yang dibutuhkan.
Dalam teori tersebut, segalapendukung harus mampu menyumbangkan sumberdayanya untuk keberhasilan suatu operasi udara militer pada waktu keadaan darurat termasuk dalam sistem pertahanan udara.Di dalam penggelaran kekuatan udara khususnya terhadap pengembangan pangkalan udara, pada prinsipnya diselenggarakan berdasarkan strategi pola pertahanan mendalam (defense-in-depth).  Oleh karena itu dalam penggelaran tersebut perlu memperhatikan karakteristik geeografis wilayah, penyebaran obyek vital nasional dan obyek vital lainnya yang bernilai strategis, daerah rawan serta kekuatan udara yang dimiliki dihadapkan kepada potensi ancaman yang dihadapi, demikian pula penetapan unsur-unsur operasionalnya. Itu semua mendasari pengembangan suatu pangkalan udara yang dapat menunjang kemampuan untuk :
a.       Menyelenggarakan Penegakan kedaulatan negara dan hukum di ruang  udara serta mempertahankan keutuhan wilayah dirgantara nasional.
b.      Menyelenggarakan strategi pertahanan berlapis-lapis (depen in dept)
c.       Menyelenggarakan aktivitas proyeksi kekuatan udara di daerah rawan dan kawasan jalur pendekat kekuatan laut lawan.
d.      Menyelenggarakan dukungan terhadap gerakan, aktivitas operasional dan bantuan logistik di wilayah perlawanan yang meliputi tata ruang wilayah daratan dan laut/maritim.
e.       Menyelenggarakan pertahanan dan perlindungan obyek-obyek vital dan daerah latihan satuan TNI.
f.       Menyelenggarakan perang berlanjut berdasarkan konsepsi sistem pertahanan yang kita miliki yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pertahanan dirgantara.
Dalam pengembangan pangkalan udara terdapat dua aspek penting yang perlu dipertimbangkan, yaitu aspek kesejahteraan dan aspek pertahanan.
1)      Aspek Kesejahteraan.Upaya pengembangan pangkalan udara perlu pula untuk memperhatikan aspek kesejahteraan bagai segenap rakyat Indonesia. Artinya bahwa pengembangan suatu pangkalan udara disuatu wilayah, diharapkan juga mampu untuk menciptakan ruang dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional. Selain fungsi utama sebagai dukungan kekuatan tempur dalam melakukan diterrent dapat pula sebagai dukungan dalam kerangka MOOTW (military operation other than war), selain itu dapat difungsikan sebagai sarana transportasi udara yang dapat menggerakkan roda perekonomian di wilayah tersebut.Kemudian berkaitan dengan belakunya undang-undang otonomi daerah,tentunya dapat bersinergi dan bekerjasama di dalam menciptakan pembangunan nasional aspek dirgantara di wilayah tersebut.
2)      Aspek Pertahanan.Pembangunan pangkalan udara adalah esensial untuk melengkapi kekuatan udara di Indonesia.  Pembangunan tersebut baik yang utama maupun dalam lingkup bare base concept memberikan kemampuan untuk menggunakan aset-aset udara di wilayah strategis Indonesia.  Pembangunan tersebut perlu dikembangkan berdasarkan doktrin yang dimiliki oleh Angkatan Udara Indonesia, sehingga diharapkan dapat memberikan kemampuan bagi Indonesia untuk menyebarkan pesawat-pesawat garis depan ke-wilayah-wilayah strategis di Indonesia.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 hingga saat ini, telah mempengaruhi pembangunan fasilitas pangkalan udara sebagai sarana pendukung kekuatan udara.Oleh karenanya pengelolaan dilakukan secara efektif dan efisien. Kemampuan anggaran tersebut utamanya diprioritaskan untuk mempertahankan kemampuan yang sudah ada dan membangun yang belum ada, sehingga perlu dilakukan sklala prioritas dalam pelaksanaannya. Diperlukan suatu konsistensi yang berkesinambungan di dalam pembangunan tersebut, hingga terwujud postur TNI AU yang dicita-citakan pada tahun 2010. Lokasi penggelaran diupayakan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan seluruh aset milik TNI AU yang tersebar di seluruh pelosok  Indonesia. Selain itu, faktor yang menentukan pada lokasi pangkalan-pangkalan ini adalah lokasi relatifnya terhadap aset-aset strategis penting dan juga radius aksi efektif dari pesawat tempur yang dimiliki.
Berdasarkan fungsinya, status pangkalan TNI AU dibagi menjadi pangkalan Induk dan pangkalan Operasi. Pangkalan-pangkalan tersebut diklasifikasikan menjadi Lanud A, Lanud B, Lanud C, Detasemen TNI AU serta Pos TNI AU. sebagai berikut :
a)      Pangkalan Induk.  Pangkalan induk terdiri dari:  Lanud  Pekanbaru,  Lanud   Halim  Perdanakusuma,  Lanud Atang Sanjaya, Lanud Adi Sutjipto, Lanud Iswahyudi, Lanud  Abdul  Rahman Saleh, Lanud  Hasanuddin,  Lanud Supadio, Lanud Surya Darma.
b)     Pangkalan Operasi. Pangkalan operasi terdiri dari:  Lanud Maimun Saleh, Lanud Medan, Lanud Padang, Lanud Tanjung Pinang, Lanud Ranai, Lanud Palembang, Lanud Astra kestra, Lanud Tanjung pandan, Lanud Wira Dinata, Lanud Sukani, Lanud Sulaeman, Lanud Wirasaba, Lanud Singkawang II, Lanud Iskandar, Lanud Syamsuddin Noor, Lanud Balikpapan, Lanud Sam Ratulangi, Lanud Wolter Monginsidi, Lanud Ngurah Rai, Lanud Rembiga, Lanud Surabaya, Lanud Eltari, Lanud Patimura, Lanud Morotai, Lanud Manuhua, Lanud Jayapura, Lanud Dumatubun, Lanud Merauke, Lanud Adi Sumarmo, Lanud Husein Sastranegara, Lanud Tarakan,  Lanud Iskandar Muda.Dengan melihat kemampuan nyata kekuatan udara yang dimiliki oleh TNI AU, maka prioritas utama pembangunan suatu pangkalan udara harus direncanakan secara selektif, dengan melihat lingkungan strategik yang berkembang serta hakekat ancaman yang sewaktu-waktu dapat terjadi.Diharapkan proses pengembangan pangkalan secara berkelanjutan tetap direncanakan mengingat luas wilayah dirgantara yang harus dijaga serta kemampuan kekuatan TNI AU yang belum optimal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar